Di Timur, Matahari Bersinar.

 

“Selamat siang, saya Nurdin dari Bantaeng Post….”

nurdin abdullah

KOMPAS/MARIA HARTININGSIH
Perkenalan yang tak biasa itu lumayan mengagetkan. Tampaknya, begitulah salah satu cara HM Nurdin Abdullah (52), Bupati Bantaeng, mencairkan suasana.

Siang tak terlalu menyengat di Kabupaten Bantaeng, 120 kilometer arah selatan dari Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Kabupaten seluas 395,83 kilometer persegi itu diapit gunung di wilayah utara dan laut di bagian selatan, membujur dari barat ke timur. Jalan beraspal merentang sampai puncak, membuka isolasi desa-desa di wilayah perbukitan.

Yang mengesankan adalah infrastruktur kebencanaan dan kesehatan. “Waktu terpilih sebagai bupati, tahun 2008, saya disambut banjir,” kenangnya.

Nurdin juga menghadapi kerentanan masyarakat terkait bencana dalam arti luas, termasuk longsor, kebakaran, keterbatasan layanan kesehatan, kegagalan persalinan, dan kemiskinan. Banyak penduduk mencari penghidupan di tempat lain.

Sungguh bukan kondisi yang mudah. Berbagai upaya dicoba sebelum dilakukan terobosan, tahun 2011, dengan pembentukan Brigade Siaga Bencana (BSB). Inisiatif penanganan kedaruratan 24 jam dengan sistem jemput bola itu bertujuan mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada sekitar 190.000 warga yang tersebar di 8 kecamatan dan 67 desa.

“BSB bidang medis dilengkapi 12 ambulans lengkap, sumbangan Pemerintah Jepang, dengan 20 dokter umum, 14 spesialis, serta 59 bidan dan perawat,” ungkapnya.

Bantaeng juga membangun rumah sehat berkualitas setara internasional. “Agar pasien dari kabupaten sekitar tak harus ke Makassar,” lanjut Nurdin.

Sistem panggilan darurat seperti 911 di Amerika Serikat berhasil menekan angka kesakitan dan kematian ibu mendekati nol.

IPM tinggi

Sebagai pendidik-dia banyak diundang ceramah dan memberi kuliah umum di sejumlah universitas di Indonesia-Nurdin paham arti sejarah. Bantaeng adalah tanah sangat tua (butta toa).

“Pada masa penjajahan, sangat strategis sebagai pelabuhan dan lumbung pangan.”

Dia mau mengembalikan kejayaannya dan menjadikan Bantaeng sebagai kota bermasa depan. Dengan visi jauh ke depan dilengkapi kemampuan membangun jaringan serta kerja bersama semua pihak, aparat, dan warga, Bantaeng melesat ke urutan ke-3, sebelumnya urutan ke-17, indeks pembangunan manusia (IPM) dari 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan tahun 2014.

Padahal, “Tahun 2007, hasil UAN Bantaeng 100 persen tidak lulus,” ujar Nurdin.

Pembenahan sektor pendidikan menjadi prioritas utama. Bagi dia, guru adalah kunci kemajuan, dan seluruh gerak pembangunan harus dimulai dari desa. “Guru yang bagus menumpuk di kota karena desa tak punya daya tarik,” lanjut Nurdin.

Banyak perubahan dilakukan karena fakta di lapangan. Suatu pagi, misalnya, saat jalan kaki seusai shalat subuh, dia melihat seorang ibu jatuh terkapar dari motor di kaki bukit. Dia lalu membawa ibu itu ke rumah sakit.

“Ibu itu guru, usianya 50-an, tinggal di kota, mengajar di wilayah perbukitan. ”

Dia lalu membuat pemetaan untuk distribusi guru dan mendekatkan guru dengan sekolah.

Secara bertahap, wajah Bantaeng berubah. Kotanya tertata, teduh, bebas banjir, dilengkapi ruang publik yang dirancang sangat baik. Prinsipnya, penghijauan harus menjadi sumber ekonomi masyarakat dan pembangunan mengacu pada kaidah-kaidah konservasi.

PROF DR HM NURDIN ABDULLAH

BUPATI BANTAENG, 2008-2013, 2013-2018; GURU BESAR FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN (2009)
LAHIR:
Parepare, 7 Februari 1963
PENDIDIKAN:
S-1 Fakultas Pertanian dan Kehutanan Unhas (1986), Master dan Doktor Bidang Pertanian Kyushu University, Jepang (1991 dan 1994)
ORGANISASI:
Ketua Persatuan Alumni Jepang di Sulsel, Ketua Umum Masyarakat Perhutanan Indonesia Reformasi Sulsel, Koordinator Wilayah Apkasi Provinsi Sulsel.
PENGHARGAAN:
Lebih dari 50 penghargaan dari pemerintah dan non-pemerintah untuk Bantaeng dan dirinya, bupati terbaik pilihan berbagai lembaga.
Kawasan industri¥termasuk pembangunan smelter untuk mengolah bijih nikel dari daerah lain, diintegrasikan dengan pelabuhan dan pembangkit listrik¥pertanian, perkebunan, dan kelautan dikembangkan simultan, termasuk budidaya rumput laut sepanjang 21 kilometer garis pantai.

Secara bertahap, ekonomi bertumbuh, mencapai 9,2 persen tahun 2014, dari 4,7 persen tahun 2007. Daya beli meningkat.

Capaian itu berdampak pada turunnya angka perceraian lebih dari 90 persen. Nurdin tidak mengizinkan warga kerja di luar daerah.

“Kecuali yang pergi sembunyi-sembunyi,” kata Nurdin, “industri di sini butuh sekitar 17.000 tenaga kerja, yang dari luar malah kerja di sini.”

Patahkan asumsi

Nurdin Abdullah mematahkan pesimisme tentang desentralisasi dan ingar-bingar praktik kepemimpinan untuk menguasai (power over).

Ayah tiga anak, kakek satu cucu itu bisa dimasukkan ke dalam kriteria pemimpin dengan visi power to do, power to be, dan power-with (others), yakni pemimpin yang bersama warga menggunakan sumber daya untuk pemberdayaan dan perubahan sosial. Dengan itu semua, pengertian politik dikembalikan kepada hakikatnya.

Nurdin masuk politik karena “kecelakaan”. Sebelum tahun 2008, dia adalah dosen dan CEO empat perusahaan Jepang. Istri dan anak-anaknya tak mau ia menjadi bupati.

Didesak masyarakat, Nurdin maju sebagai calon independen didukung partai gurem. Dia hanya menggunakan Rp 300-an juta dari dana Rp 1 miliar, selama kampanye, tetapi merebut 46 persen suara dalam pilkada tahun 2008.

Tekanan sistem yang luar biasa dua tahun pertama membuatnya hampir menyerah. “Baru tahun ketiga, hasil kerja kami mulai tampak,” kenangnya. Saat hampir selesai bertugas, dia disodori lebih dari 100.000 KTP rakyatnya dan memenangi 84 persen suara pada pilkada 2013.

Mudah disentuh

Nurdin menggunakan sebagian besar waktu untuk blusukan menemui rakyatnya sampai di sudut-sudut desa setelah kerja koordinasi berjalan baik.

Bahkan, anak-anak pun ringan berteriak memanggilnya, “Pak Bupatiii…,” saat berpapasan di jalan. Dia suka berjalan kaki atau naik sepeda motor

Dia juga mendengarkan “curhat” warga di kediamannya, rumah orangtuanya, sejak pukul 05.30, dan memberi solusi. “Kalau di rumah dinas, mana ada yang berani datang, kan, ada yang berseragam di depan, hehe-he….”

Nurdin mengaku tidak bosan atau capai karena, “Begitu menerima lamaran rakyat, saya hibahkan diri saya. Saya ingin rakyat bisa tertawa lepas karena terpenuhi kebutuhannya dan hidup tenteram.”

Namun, pencapaian selalu dibayangi hambatan, di antaranya soal perkawinan usia anak yang terus berlangsung, “Ini soal budaya, mindset yang harus diubah.”

Dari perbincangan selama hampir tiga jam, kami menengarai, faktor krusial kemajuan suatu daerah adalah kepemimpinan yang visioner, keteladanan, keberanian, dan tentu saja, ketulusan berbuat untuk kemajuan dan kebaikan bersama.

Matahari mulai bersinar. Dari Timur..

sumber : Metro Tv dan Kompas.com