Jelang week-end memang identik untuk memikirkan hal-hal yang santai dan rileks. Wisata bisa jadi menjadi agenda Anda di akhir pekan. Jika melewati Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, ada baiknya coba simak apa saja yang ditawarkan oleh kabupaten yang baru saja mendeklarasikan diri sebagai “Republik Kopi” ini.
(Sumber: KompasTravel, Foto: BanyuwangiBagus)
Kawah Ijen, bisa jadi menjadi daftar paling teratas ketika mendengar nama Bondowoso. Tentu saja Kawah Ijen menjadi bagian dari Gunung Ijen yang hingga saat ini merupakan sebuah gunung berapi aktif, berlokasi diperbatasan antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Indonesia. Gunung ini memiliki ketinggian sekitar 2.443 mdpl dan pernah meletus pada tahun 1999.
Di puncak gunung ijen terdapat sebuah kawah dengan kaldera besar dengan ketinggian 2.443 meter diatas permukaan laut, dan kawah tersebut diberi nama Kawah Ijen. Memang dalam bahasa jawa “Ijen” berarti “sendiri”. Tetapi jangan salah, bukan itu maksud dari pemberian nama tersebut, mungkin pemberian nama itu dikarenakan kawah tersebut terletak di puncak gunung Ijen.
Kawah Ijen adalah nama sebuah danau kawah yang bersifat asam terbesar di dunia, berada di puncak Gunung Ijen dengan kedalaman danau sekitar 200 meter serta luas kawah mencapai 5.466 Ha juga suhu air bisa mencapai 200 derajat celcius. Kawah Ijen terletak di dalam wilayah Cagar Alam Taman Wisata Ijen, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Setiap tahunnya tidak kurang dari 10.000 wisatawan selalu berdatangan untuk membuktikan keindahan Kawah Ijen yang sering disebut-sebut sebagai “Negeri Di Atas Awan”. Bahkan Kawah Ijen juga mempunyai keindahan penampakan Milky Way Ijen yang tak kalah bagus daripada milky way di bromo yang sudah sangat terkenal sampai ke mancanegara.
Milky way dalam arti kata bahasa Indonesia disebut juga sebagai Bima Sakti. Merupakan suatu gugusan bintang diangkasa dengan pola-pola tertentu dan selalu berganti tergantung musimnya. Moment ini hanya bisa kita lihat ditempat kurang cahaya, biasanya dipegunungan atau dipantai yang tidak terdapat lampu-lampu dipinggirnya. Kawah Ijen sendiri mempunyai keindahan Milky way yang tak kalah menarik dibandingkan dengan milky way di Bromo.
Moment seperti inilah yang selalu ditunggu-tunggu oleh sebagian besar fotografer pemburu milky way. Akan tetapi tidak jarang juga jika orang awam yang sekedar mencoba untuk menangkap fenomena alam ini dengan peralatan seadanya. Walaupun hasilnya tidak bisa dibandingkan dengan jepretan para potografer profesional lainnya. Namun, paling tidak mereka cukup terpuaskan dengan hasil karya mereka sendiri.
Blue Fire Kawah Ijen
Blue Fire atau Api Biru merupakan salah satu fenomena nan sangat terkenal di Kawah Ijen. Bahkan popularitasnya mengalahkan danau Kawah Ijen itu sendiri. Fenomena blue fire muncul akibat dari panasnya belerang yang muncul di permukaan bumi. Umumnya blue fire terjadi setiap dini hari sekitar pukul 02.00 hingga 04.00. Hal ini dikatakan unik dan fenomenal karena pemandangan alami ini hanya terjadi di dua tempat di dunia yaitu Islandia dan Kawah Ijen ini.
Sunrise Pertama di Jawa Timur
Sunrise adalah fenomena alam dimana matahari mulai menunjukkan dirinya di sebelah timur. Biasanya terjadi pada pukul 04.30 sampai dengan 06.00. Hal tersebut merupakan suatu hal spesial dan istimewa bagi para wisatawan pemburu sunrise. Adapun hal menarik tentang sunrise adalah gradasi warna langit yang sangat indah dan tidak akan kita temui disaat siang hari. Kawah Ijen merupakan salah satu gunung tertinggi di Jawa Timur. Jika anda pergi ke kawah ijen dan berencana untuk melihat sunrise, maka anda adalah orang yang sangat beruntung, karena kawah Ijen adalah tempat melihat sunrise cantik juga bagus serta merupakan sunrise pertama di Jawa Timur.
Penambang Belerang Kawah Ijen
(Suasana ketika para penambang belerang bekerja (atas), dan hasil kerajinan tangan berbahan dasar belerang (bawah)
Ada satu hal lagi yang sangat jarang ditemui di tempat wisata lainnya, yakni adanya penambang belerang yang mengangkut berkilo-kilo belerang untuk dibawa ke pos dengan jarak sekitar 3 kilo diatas kawah. Bagi para fotografer moment tersebut sangatlah unik, apalagi bagi mereka yang menyukai foto bergenre Human Interest (HI). Para penambang tersebut bisa dikatakan sangat berani, karena mereka harus mengambil belerang dari dasar kawah sarat dengan asap beracun nan tebal, tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan. Bayangkan saja, mereka hanya menggunakan alat penutup hidung ala kadarnya. Akan tetapi memang dikarenakan tuntutan pekerjaan dan tuntutan untuk mencukupi kebutuhan hidup maka merekapun melakukannya.
Kawah Wurung
(Suasana Kawah Wurung)
Setelah Anda berpuas diri dengan keindahan di Kawah Ijen, tidak ada salahnya kalau agenda Anda selanjutnya adalah Kawah Wurung, yang berada di Desa Jampit, Kecamatan Sempol. Untuk mencari lokasi Kawah Wurung cukup gampang, sebab lokasinya satu arah ke Gunung Ijen. Jika berangkat dari Kota Bondowoso, diperlukan waktu sekitar 2 jam lamanya untuk sampai di lokasi. Pengunjung tidak perlu khawatir, sebab akses jalan ke Kawah Wurung bisa dilewati dengan sepeda motor maupun mobil.
Tidak hanya itu, selama di perjalanan menuju lokasi Kawah Wurung, kita akan dimanjakan dengan pemandangan alam yang luar biasa. Mulai dari hutan pinus, hingga taman bunga di sepanjang perkebunan Jampit. “Saya pertama datang ke sini, dan ternyata pemandangannya luar biasa, sangat bagus. Apalagi selama di jalan tadi, pemandangan bunganya cukup menyejukkan mata,” ucap salah satu wisatawan, Nazila.
Eksotisme Kawah Wurung memang cukup luar biasa, sebab pegunungan dan kawahnya dipenuhi dengan rerumputan yang hijau. “Ingin lama-lama di sini, selain udaranya yang segar, pemandangan sangat bagus. Bukitnya itu lo, hijau banget, membayangkan seperti di surga saja,” kata Alfan, wisatawan lainnya.
Beberapa wisatawan juga mencoba menuruni tebing di Kawang Wurung, dengan menggunakan sepeda gunung. “Asyik medannya, cukup menantang juga. Tadi saya sempat nyoba, seru banget pokoknya,” kata Ahmad. Wisatawan yang datang, juga tidak lupa berfoto di lokasi Kawah Wurung. “Mumpung ke sini, sekalian foto-foto, karena perbukitannya mirip di film Teletubbies,” kelakar Doni, salah satu wisatawan.
Sementara, Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir, mengatakan Kawah Wurung merupakan salah satu destinasi andalan Kabupaten Bondowoso. “Saya saja kalau sedang libur, liburannya ke sini, jadi tidak usah jauh-jauh ke luar kota,” katanya. Dhafir berharap, wisatawan yang datang ke Kawah Wurung ikut menjaga kebersihan kawasan tersebut. “Waktu saya datang ke Kawah Wurung, banyak sampah yang berserakan. Makanya kita minta agar wisatawan juga ikut menjaga kebersihan di sini. Sampahnya dibawa kembali, jangan buang di sini,” pinta Dhafir.
Bendungan Sungai Sampean Baru
Bendungan ini terletak di Desa Bunotan, Kecamatan Tapen, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, bisa menjadi destinasi wisata alternatif, jika Anda sedang berkunjung ke kota yang telah mendeklarasikan diri sebagai “Republik Kopi”. Dari Kota Bondowoso butuh waktu sekitar 45 menit untuk menuju lokasi Bendungan Sampean Baru. Akses jalan menuju lokasi ini sudah cukup bagus. Salah satu pengunjung, Ifa, mengaku baru kali pertama datang ke Bendungan Sampean Baru.“Saya lihat pertama fotonya di internet, karena jadi buruan para netizen. Luar biasa tempatnya, saya baru pertama kali ke sini dan cukup takjub,” kata Ifa.
(Inilah Bendungan Sampeyan Baru)
Para pengunjung yang datang, tidak lupa mengabadikan foto dengan latar belakang bendungan dan beton yang ada di dalam sungai. Beton ini dijadikan sebagai tempat pijakan. “Tadi coba loncat- loncat, dan lumayan seru karena harus berpindah- pindah untuk dapat gambar yang bagus,” ungkap Hamzah, salah satu pengunjung.
Pengunjung lainnya, Ardi, berharap, agar Bendungan Sampean Baru dikelola lebih baik lagi, agar bisa lebih maksimal menarik wisatawan yang lain. “Saya kira ini potensi wisata yang bagus, dan harus dikelola secara maksimal, agar bisa berdampak terhadap perekonomian masyarakat sekitar,” harapnya.
Kuliner Bondowoso
Bondowoso terkenal sebagai sentra penghasil singkong. Tak heran jika makanan berbahan singkong sangat mudah ditemui di Bondowoso, tak terkecuali rujak gobet. Disebut pula rojak gubit, makanan ini terdiri dari singkong dan timun yang diparut, dipadukan dengan bumbu rujak yang terbuat dari petis Madura. Tak seperti rujak yang bumbunya dicocol, bumbu pada rujak gobet bagaikan kuah, melimpah ruah dan memberi sensasi segar. Pembuatan rujak gobet memerlukan ketelatenan. Sebab jika singkong tak dicuci dengan bersih, dapat menyebkan sakit perut usai dikonsumsi. Harga rujak gobet berkisar Rp 4.000.
Nasi Mamong
Nasi mamong terinspirasi dari budaya leluhur Bondowoso yang gemar membawa bekal saat bepergian jauh. Agar nasi tak basi, dibungkuslah nasi dengan daun pisang kemudian dikukus kembali. Untuk isi lauk pauk, nasi mamong terbilang bebas, sesuai dengan keinginan pembuatnya. Bisa berisi ikan, ayam, daun pepaya, pare, atau lainnya. Pastinya nama mamong yang berarti “bingung” dalam bahasa Madura, memiliki sambal yang luar biasa pedas. Harga nasi mamong beragam, kurang lebih Rp 10.000, tergantung isi dan tentunya tempat dijual nasi mamong, bisa di restoran, warung, atau dijajakan berkeliling.
Tapai Ngambeng
Khusus kuliner satu ini adalah minuman khas Bondowoso. Tapai ngambeng hampir punah. Sebab minuman ini mulai tergeser dengan minuman modern. Tapai ngambeng adalah minuman yang dibuat dengan tapai, air kapur, dan gula yang dicampur jadi satu. Air kapur digunakan untuk membuat tapai tak hancur terurai air gula. Rasanya unik dan sangat patut untuk dicoba. Apalagi tapai ngambeng disajikan dingin, karena itu sangat cocok di udara yang panas. Harga segelas tapai ngambeng adalah Rp 5.000.
Republik Kopi
Sebagai kabupaten dengan perkebunan kopi yang banyak serta antusiasme masyarakat yang tinggi akan kopi, Bupati Bondowoso Amin Said Husni percaya diri ketika mendeklarasikan Kabupaten Bondowoso sebagai Republik Kopi. Dan pada hari Sabtu, (21/5/2016) Amin memukul gong di Lapangan Hasanudin Kalisat, Kecamatan Sempol, Bondowoso, dalam rangka mendeklarasikan daerah pimpinannya dengan sebutan Republik Kopi. Bondowoso memang memiliki ragam kopi, mulai dari Kopi Blawan, Kopi Luwak, hingga kopi racikan yang dipadupadankan dengan rempah-rempah.
Kopi Blangkon
Jika biasanya serai, kunyit, jahe, kayu manis, dan jeruk purut menjadi bumbu memasak, kali ini justru menjadi bumbu penyedap kopi. Kopi Blangkon muncul dari ide Riswanda Imawan, pemilik dari Nine Coffee Roastery, dengan cara menambah rempah-rempah, satu untuk kesehatan dan dua untuk cita rasa kopi itu sendiri agar tidak terlalu pahit.
Proses pembuatan kopi blangkon tak berbeda pada umumnya. Pertama kopi dari Ijen diseduh dengan cara V60 yakni menyaring ampas dengan filter kertas khusus. Kemudian di dalam cangkir dimasukkan semua rempah yang diperlukan, yang sebelumnya sudah dikupas dan dibersihkan. Untuk menambah cita rasa dituangkan sirup vanili yang harum dan manis. Alhasil dari perpaduan rempah-rempah, kopi, serta sirup vanili terciptalah rasa kopi yang unik. Kopi filter dengan metode V60 memberi keunggulan karena rasa kopi yang ringan dan bebas ampas. Kopi blangkon dijual dengan harga Rp 7.000 rupiah per cangkirnya.
Kopi Arabica Java Ijen Raung “Bulan Madu”
Kopi yang tumbuh di lereng kawasan Gunung Ijen dan Raung ini memiliki rasa cukup khas. Selain pahit, kopi ini juga memiliki rasa asam, dan manis seperti rasa cokelat. Bisa dibilang rasanya nano-nano banget, sangat khas, ada kecut atau asem begitu, unik banget, tidak seperti kopi biasa. Selain memiliki rasa yang cukup khas, kopi ini juga tidak berbahaya di lambung, karena tanaman kopi ini tumbuh pada lahan di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut.
“Kopi ini diproses secara organik oleh petani dengan menggunakan pola tanam dan perawatan sesuai standar Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Indonesia,” ujar Muhlis Adi, pemilik UMKM Kilang Mulia. Muhlis mengaku, sengaja memilih nama ‘Bulan Madu’, karena kopi Arabica Java Ijen Raung, memiliki khasiat untuk menambah stamina. “Kopi ini memiliki khasiat untuk menambah stamina dan vitalitas, baik untuk pria maupun wanita. Makanya kita pilih nama ‘Bulan Madu’,” ungkapnya sambil menyebut kopi racikannya ini dibanderol Rp 50 ribu dengan berat 200 gram. (*)