Bunga Edelweis memang dikenal banyak orang sebai perlambang cinta abadi, sehingga keinginan untuk mendapatkan bunga tersebut begitu tinggi. Sayangnya, Bunga Edelweis telah ditetapkan sebagai tanaman yang dilindungi sehingga terbilang susah memetik ‘bunga terlarang’ ini secara legal. Namun, berita ini bisa menjadi kabar gembira karena konsep desa Wisata Edelweis sedang digodok yang menarinya pengunjung diperbolehkan memetik bunga langka tersebut.
(Sumber Berita: TravelKompas. Foto: Bintang. Tampak hamparan di lereng Kalimati Gunung Semeru)
Kabar gembira ini datang dari Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang kini sedang menggagas berdirinya Desa Wisata Edelweis untuk menambah variasi objek wisata yang ada di kawasan Gunung Bromo. Menurut Kepala TNBTS John Kenedie di Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kabupaten Probolinggo, Selasa (31/1/2017), konsep Desa Wisata Edeleis ini diharapkan bisa menarik minat wisatawan sehingga kunjungan ke kawasan Gunung Bromo terus meningkat. “Bahkan nanti para wisatawan bisa memetik Bunga Edelweis di lokasi,” kata John.
Rencananya, Desa Wisata Edelweis akan dikelola secara swadaya oleh masyarakat Suku Tengger yang tinggal di kawasan penyanggah Gunung Bromo. Hingga saat ini, sudah ada empat desa yang diproyeksi menjadi desa wisata bunga abadi itu, yakni Desa Ngadisari Kabupaten Probolinggo, Wonokitri Kabupaten Pasuruan, Desa Ngadas Kabupaten Malang, dan Ranupani Kabupaten Lumajang.
Selain bertujuan untuk meningkatkan destinasi wisata, Desa Wisata Edelweis juga sebagai wahana edukasi warga Suku Tengger dalam memberdayakan tanaman edelweis. Sifatnya yang tidak pernah layu membuat banyak wisatawan tertarik dengan bunga yang dianggap sebagai lambang cinta abadi itu. Biasanya, warga Suku Tengger menyebut edelweis dengan Tana Layu. Berasal dari bahasa sansekerta yang artinya tidak layu.
Seperti diketahui, edelweis merupakan tumbuhan dilindungi yang hanya bisa hidup di kawasan setinggi di atas 2.000 mdpl. Dengan adanya desa wisata itu, warga bisa memberdayakan sendiri tumbuhan edelweis sehingga tidak lagi memetik edelweis yang tumbuh di alam liar. “Dengan ini nanti tidak ada yang mengambil edelweis dari dalam (hutan),” tegas John.
Penyuluh Kehutanan pada TNBTS, Birama Terang Radityo mengatakan, ada tiga jenis edelweis yang tumbuh di hutan TNBTS. Antara lain Anaphalis javanica, Anaphalis viscida dan Anaphalis longifolia. Saat ini, Birama mengaku sudah menyiapkan bibit edelweis yang akan disebarkan ke empat desa yang jadi proyeksi Desa Wisata Edelweis. “Sejak 2004 hingga 2019 sudah 900 bibit yang dikasih kepada masyarakat. Tahun ini disediakan 1.000 bibit,” ungkapnya.
Gagasan untuk membentuk Desa Wisata Edelweis sebenarnya sudah ada sejak tahun 2006. Itu adalah kali pertama dilakukan inventarisasi edelweis di TNBTS. Pada tahun 2007, dilakukan uji coba konservasi edelweis di luar kawasan konservasi TNBTS atau eksitu. Tapi uji coba itu gagal.
Hingga akhirnya pada tahun 2014 TNBTS mendeklarasikan diri sebagai Land of Edelweis menggantikan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Di tahun itu, petugas TNBTS sudah berhasil produksi bibit edelweis dari bijinya. “Kalau sudah tahu, perawatannya gampang. Khan kalau di alam liar tumbuh sendiri. Tentu kalau ingin jadi desa wisata harus dirawat,” ungkapnya.
Saat ini, budidaya edelweis masih sebatas di sekolah-sekolah dan di sekitar lokasi Posko Resort Cemoro Lawang. Ke depannya, budidaya edelweis akan disebarkan ke seluruh warga yang menjadi proyeksi Desa Wisata Edelweis. Targetnya akan ada 10.000 ribu bibit edelweis yang ditanam di setiap desa. “Bulan Agustus target sudah menuju ke komersil,” jelas Birama.
Konsepnya, Desa Wisata Edelweis itu akan menjadi lokasi selfie bagi wisatawan. Selain itu wisatawan juga bisa memetik langsung edelweis dari pohonnya. Namun sebelum memetik, wisatawan diwajibkan membeli bibit edelweis yang ditanam di kawasan TNBTS. “Wisatawan harus tanam dulu, baru memetik. Kan kalau mau metik harus tanam dulu,” ungkapnya. (*)