
Beberapa bupati yang berhimpun dalam Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), menggugat beberapa ketentuan yang termuat dalam Undang- Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
(Berita: KoranJakarta. Foto: PPID MK. Tampak Tim Kuasa Hukum Apkasi di Sidang MK)
Ketentuan yang digugat terutama tentang pengalihan kewenangan yang tadinya diberikan pada bupati, beralih ke tangan gubernur. Kuasa hukum Apkasi, Andi Syafrani, merasa yakin jika gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi bakal dimenanginya.
Menurut Andi, pengalihan kewenangan itu adalah bentuk lain sentralisasi. Dan dengan ketentuan itu sama saja semangat otonomi dihilangkan.
“Ketentuan pengalihan kewenangan seperti perizinan, sama saja menghilangkan semangat otonomi yang titik tekannya ada di kabupaten atau kota,” kata Andi, di Jakarta, Selasa (7/6/16).
Maka, kata Andi, para bupati yang terhimpun dalam wadah Apkasi, sepakat untuk mengajukan permohonan judicial review terhadap UU 23/2014. Ada sekitar 12 pasal yang termuat dalam UU Pemda yang digugat.
Menurutnya, ketentuan di 12 pasal itu, menyalahi konstitusi yang dengan tegas menyatakan otonomi titik tekannya ada di kabupaten dan kota.
“Intinya kita minta pembagian kewenangan urusan pusat, provinsi dan kabupaten atau kota dikembalikan sesuai konstitusi,” katanya.
Apkasi sendiri berpandangan, UU Pemda yang baru telah membonsai kewenangan daerah kabupaten atau kota dengan radikal.
Pengalihan kewenangan yang termaktub dalam UU Pemda, menempatkan kabupaten serta kota hanya seperti daerah administrasi kecamatan yang tidak punya wewenang sama sekali di daerahnya.
“Banyak urusan diberikan kepada pusat dan provinsi. Tidak ada lagi otonomi daerah dalam UU itu,” kata Andi.