Jakarta, Apkasi.org. Apkasi menegaskan usulan agar rencana penghapusan tenaga honorer dikaji ulang dan ditunda hingga pelaksanaan Pilkasa Serentak 2024 usai. Hal ini disampaikan jajaran Dewan Pengurus Apkasi saat menghadiri undangan Rapat Koordinasi Pembahasan Penyelesaian Tenaga Non ASN di Lingkungan Pemerintah Daerah di The Sultan Hotel Jakarta, Jum’at (24/06/2022).
Tampak hadir Dewan Pengurus dipimpin langsung oleh Ketua Umum Apkasi Sutan Riska Tuanku Kerajaan (Bupati Dharmasraya) didampingi Sekretaris Jenderal Adnan Purichta Ichsan (Bupati Gowa), Bendahara Umum Hj. Ratu Tatu Chasanah (Bupati Serang), Wakil Bendahara Umum Hj. Winarti (Bupati Tulang Bawang dan Asmin Laura Hafid (Bupati Nunukan), Korwil Jambi H. Adirozal (Bupati Kerinci), Korwil Sumatera Utara Darma Wijaya (Bupati Serdang Bedagai), Korwil Bali I Nyoman Suwirta (Bupati Klungkung) dan Sekretaris Bidang Hubungan Kelembagaan Hj. Safitri Malik Soulisa (Bupati Buru Selatan). Sementara dari Apeksi hadir Ketua Dewan Pengurus Bima Arya Sugiharto (Walikota Bogor).
Usai rapat, Sutan Riska memberikan apresiasi kepada KemenPAN RB yang menggelar rapat koordinasi terkait masalah yang kini tengah menjadi sorotan masyarakat ini. “Kami bersama Apeksi dalam pertemuan tadi sepakat untuk mengusulkan agar kebijakan penghapusan tenaga honorer ini harus disikapi secara bijak dan tidak terburu-buru. Kami mengusulkan agar rencana ini ditunda setidaknya setelah Pilkada Serentak 2024 usai karena kalau ini tetap dijalankan khawatir menimbulkan kegaduhan nasional,” ujarnya.
Hal senada diucapkan Sekjen Apkasi Adnan Purichta Ichsan agar penghapusan tenaga honorer ditunda dulu karena kebijakan tersebut berpotensi mengganggu kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah dan pelayan publik.
“Kami di Apkasi sudah mengusulkan penghapusan tenaga kontrak di pemerintah pusat dapat ditunda sampai selesainya rangkaian Pemilu serentak 2024. Rekomendasi ini bahkan dikeluarkan sebagai salah satu usulan dalam Rakernas XIV APKASI tahun 2022 baru-baru ini di Bogor,” kata Bupati Gowa ini.
Adnan menjelaskan bahwa kondisi di daerah saat ini kekurangan pegawai yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga sebagian besar pelayanan publik banyak dilakukan oleh tenaga honorer seperti, tenaga kesehatan, pemadam kebakaran, perhubungan, Satpol PP dan lainnya. “Penghapusan tenaga honorer dapat mengganggu kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah dan pelayanan publik. Kondisi ini dapat berdampak pada penambahan angka pengangguran, dan kemiskinan yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi, sosial dan keamanan,” jelasnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD selaku Ad Interim MenPANRB dalam sambutan pengantar rapat koordinasi tersebut menegaskan tidak perlu mencari siapa yang salah dalam polemik pegawai non-aparatur sipil negara atau non-ASN. Saat ini, pemerintah pusat dan daerah harus fokus mengatur strategi menata pegawai di instansi pemerintah untuk percepatan transformasi sumber daya manusia tanpa menghilangkan sisi kemanusiaan dan meritokrasinya. “Tidak perlu kita mencari siapa yang salah. Tapi kita harus selesaikan masalah ini bersama,” tegasnya.
Mahfud menerangkan, Peraturan Pemerintah No. 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) telah memberikan ruang untuk pengalihan status kepegawaian non-ASN yang beragam menjadi PNS maupun PPPK. Tentu, dengan syarat atau ketentuan yang sudah diatur berdasarkan UU No. 5/2014 tentang ASN beserta peraturan pelaksanaannya.
Instansi pemerintah pusat dan daerah diminta untuk melakukan pemetaan terkait pegawai non-ASN yang bisa diikutsertakan dalam seleksi PNS maupun PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, pegawai non-ASN juga bisa diatur melalui skema alih daya atau outsourcing oleh pihak ketiga bagi yang kualifikasi tidak memenuhi syarat sebagai ASN. Pegawai yang bisa masuk dalam tenaga alih daya ini diantaranya adalah pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan. Skema ini dibuat untuk memberikan kepastian hukum, status kepegawaian, serta kepastian penghasilan.
“Menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK sesuai ketentuan peraturan peundang-undangan sebelum batas waktu tanggal 28 November 2023,” ungkap Mahfud, dalam rakor yang dihadiri oleh perwakilan dari sekda provinsi, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).
Mahfud mengatakan, bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang tidak mengindahkan amanat peraturan perundang-undangan dan tetap mengangkat pegawai non-ASN akan diberikan sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengangkatan itu dapat menjadi bagian dari objek temuan pemeriksaan bagi pengawas internal maupun eksternal pemerintah.
Salah satu sanksi bagi PPK atau kepala daerah yang masih melakukan perekrutan non-ASN, berarti yang bersangkutan dipandang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 67 huruf b UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di sisi lain, dalam Peraturan Pemerintah No. 12/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasal 36 diatur lebih rinci terkait sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada kepala daerah dan wakil kepala daerah apabila melakukan pelanggaran administratif. “Berdasarkan ruang lingkup pembinaan umum tersebut, kepala daerah yang melakukan penolakan terhadap penghapusan pegawai honorer dapat dilakukan pembinaan oleh Menteri Dalam Negeri selaku pembina umum dalam lingkup kepegawaian pada perangkat daerah,” ujar Mahfud. Namun sebelum dilakukan pembinaan perlu dilakukan klarifikasi kepada kepala daerah yang bersangkutan.
Pada kesempatan yang sama, Deputi bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Alex Denni menjelaskan, Kementerian PANRB fokus pada kompetensi SDM yang dibutuhkan pemerintah menuju birokrasi kelas dunia. Kompetensi pada tingkat pelayanan dasar pun diperhatikan, misalnya tenaga pendidikan dan kesehatan.
Guru juga merupakan posisi yang banyak diisi oleh pegawai non-ASN. Tahun ini, telah diterbitkan Peraturan Menteri PANRB No. 20/2022 tentang Pengadaan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja untuk Jabatan Fungsional Guru pada Instansi Daerah Tahun 2022.
Peraturan tersebut memberi afirmasi bagi guru-guru non-ASN yang telah mengabdi selama 3 tahun. “Tinggal kita mengeksekusi dan memberikan kesempatan pada guru honorer tiga tahun kebelakang untuk kemudahan seleksi,” jelas Alex.
Begitu juga dengan tenaga kesehatan yang nantinya akan diberi afirmasi. Namun aturan mengenai proses PPPK tenaga kesehatan akan diterbitkan kemudian. Alex mengatakan, kondisi pandemi ini meningkatkan kebutuhan akan tenaga kesehatan di berbagai daerah.
Menurut Alex, Kementerian PANRB telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan yang menyetujui afirmasi tenaga kesehatan seperti tenaga pendidikan. Pemerintah berkomitmen untuk mendahulukan pegawai honorer yang telah bekerja di unit kesehatan. “Jadi memang pegawai honorer kesehatan di puskesmas tertentu harus diberikan kesempatan pertama untuk mendapatkan formasi di puskesmas tersebut. Jadi ini sudah menjadi komitmen kita,” jelas Alex.
Alex menjelaskan, per Desember 2021 jumlah ASN mencapai sekitar 4,1 juta yang 38 persen diantaranya menduduki jabatan pelaksana. Pekerjaan pelaksana sederhana tetapi rentan digantikan teknologi. Alex mengungkapkan bahwa Kementerian PANRB juga fokus kepada jabatan pelaksana non-ASN, yang tentunya akan mendukung capaian utama organisasi. Nantinya, jabatan pelaksana tersebut juga akan diberikan afirmasi.
Sementara itu Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro yang juga hadir dalam rapat ini mendukung penuh penyelesaian status kepegawaian ini. Ia menjelaskan dua opsi solusi, yakni filtrasi dan pencermatan ulang PP No. 49/2018. Untuk opsi filtrasi, Suhajar mengarahkan agar eks tenaga honorer kategori II atau THK-II yang masih memenuhi syarat, agar didorong untuk ikut seleksi CPNS dan PPPK. Sementara bagi THK-II yang tidak lulus CPNS dan PPPK akan didorong mengikuti seleksi PPPK Afirmasi.
PPPK afirmasi adalah kebijakan khusus (diskresi) bagi THK-II agar dapat diangkat menjadi PPPK dengan syarat khusus. “Kebijakan ini berlaku selama empat tahun, sampai dengan tahun 2026,” pungkas Suhajar. (*)