Sebagai tindak lanjut dari hasil Konferensi Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) mengenai Perubahan Iklim di Maroko (COP 22) pada 18 November lalu dan Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris pada 31 Oktober 2016, Apkasi bekerjasama dengan USAID APIK menggelar dialog nasional di Grand Sahid Jaya Hotel-Jakarta, (24/11/16).
Dialog nasional dimaksudkan bahwa diskusi dan perjanjian internasional tidak akan banyak berarti tanpa adanya aksi nyata di tapak lokal untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim yang sudah tidak dapat dihindari. Menghadapi perubahan iklim di tingkat lokal sangat bergantung pada pemerintah daerah.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Nur Masripatin M.For.Sc dalam pembukaan Dialog Nasional “Keterkaitan Perencanaan Pembangunan dengan Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana” mengatakan, “Saat ini kita perlu mempercepat implementasi untuk mencapai target Niat Kontribusi Nasional. Strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tidak dapat terpisah dari perencanaan pembangunan di daerah. Target-target dari perjanjian dan komitmen di tingkat internasional dan nasional juga harus dielaborasi ke setiap sektor dan daerah, seperti sektor lahan dan kehutanan, energi, transportasi, dan lain-lain.”
(Tampak Wakil Ketua Bidang Kerjasama Antar Daerah Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) yang sekaligus Bupati Ngawi-Jawa Timur, Budi Sulistyono Kanang)
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Kerjasama Antar Daerah Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) yang sekaligus Bupati Ngawi-Jawa Timur, Budi Sulistyono menyampaikan, “Antar lembaga dan sektor pemerintahan harus saling terkoneksi agar dapat bersama-sama menghadapi perubahan iklim di daerah.” Perencanaan pembangunan yang sensitif dengan risiko iklim dan bencana menjadi kunci untuk membuat masyarakat menjadi lebih siap dan tangguh.
Perubahan Iklim Ancaman Bencana Hidrometeorologi
Angka kejadian bencana bisa jadi meningkat karena curah hujan akan terus meningkat hingga akhir tahun dan berbagai bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan puting beliung akan terus terjadi di berbagai wilayah. Direktur Pengurangan Risiko Bencana BNPB, Lilik Kurniawan, M.Si mengingatkan bahwa tidak ada satupun kabupaten/ kota yang bebas dari ancaman bencana. Pada tahun 2007, dana untuk merespon bencana tahun sebelumnya mencapai 10% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Penting bagi pemerintah kabupaten untuk sadar dan merencanakan pembangunan agar risiko bencana di daerah dapat dikurangi,” kata Lilik. Di level nasional, data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) tahun 2013 menyebutkan bencana yang terjadi dalam rentang waktu 2004-2013 menyebabkan kerugian hingga mencapai 162,8 triliun.
Dengan berbagai risiko iklim yang dihadapi serta kerentanan berbagai daerah di Indonesia, sudah saatnya pemerintah daerah bertindak cepat menyusun rencana pembangunan yang berkelanjutan dengan mempriotaskan sektor-sektor yang paling rawan terkena dampak perubahan iklim. Dalam penyusunan program pembangunan, harus ada penilaian dan kajian kerentanan yang lebih lengkap dan komprehensif, termasuk di dalamnya, rencana tata ruang juga harus memperhitungkan tingkat kerawanan daerah dan mengubah perspektif serta praktik “bisnis seperti biasa”. Proses perencanaan pembangunan yang partisipatif dan melibatkan masyarakat juga menjadi kunci sekaligus media untuk mengedukasi dan mempersiapakan masyarakat agar lebih tangguh terhadap perubahan iklim dan bencana. (*)