Persoalan penundaan anggaran yang banyak dikeluhkan oleh para kepala daerah, sedikit mencair paska digelarnya “Apkasi Ministerial Forum” yang menghadirkan Menkeu Sri Mulyani dan Dirjen Perimbangan Keuangan, Boediarso Teguh Widodo di Kantor Sekretariat Apkasi, Sahid Sudirman Center, Jakarta, Selasa (27/9/16). Kabar baiknya, Pemerintah Pusat melalui Menkeu Sri Mulyani memberikan komitmen untuk memprioritaskan pencairan anggaran daerah yang tertunda melalui dua tahap, Desember 2016 dan terakhir Januari 2017.
(Menkeu Sri Mulyani berbincang dengan para pengurus Apkasi dan kepala daerah usai “Apkasi Ministerial Forum” di Kantor Sekretariat Apkasi, Jakarta, (27/9). Tampak Bupati Trenggalek Emil Dardak (paling kiri), Bupati Ngawi Budi Sulistyono, Bupati Merangin Al-Haris, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, dan beberapa kepala daerah lainnya. Foto: Humas Apkasi)
Sementara itu salah satu poin penting dari diskusi interaktif “Apkasi Ministerial Forum”, Dirjen Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo menyatakan siap menggandeng Apkasi dalam pembahasan RUU yang akan memperbaharui hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Pernyataan Dirjen ini merespon usulan Wakil Ketua Umum Apkasi, Emil Dardak yang juga bupati Trenggalek.
Dalam menyikapi situasi keuangan pemerintah pusat yang mengalami kesulitan realisasi target penerimaan, Emil menyatakan rencana pembangunan strategis daerah seyogyanya jangan sampai turut terhambat karena akan menciptakan efek domino negatif yang berpotensi memperparah perlambatan ekonomi dan kekokohan ekonomi domestik Indonesia yang ditopang penguatan daya saing infrastruktur dan ekonomi daerah.
Untuk itu, Emil mengajukan strategi long term joint financing antara pemerintah pusat dan daerah yang juga dia paparkan saat menjadi narasumber di forum kepala daerah se-Asia Pacific di Korea Selatan, baru-baru ini. “Dana Alokasi Khusus selama ini dikaji setiap tahunnya oleh kementerian sektor berdasarkan nilai strategis usulan kegiatan pembangunan. Jika ada pemotongan alokasi APBN dan DAK, maka daerah sebenarnya bisa memanfaatkan pola pinjaman daerah atau kerjasama dengan badan usaha berbasis availability payment,” papar Emil.
Namun selama ini, imbuh Emil, paradigma yang berlaku adalah APBN atau DAK merupakan sumber pembiayaan prioritas untuk infrastruktur strategis, sehingga daerah enggan melakukan pembiayaan alternatif karena ditakutkan akan menghilangkan potensi memperoleh DAK di tahun-tahun berikutnya saat proyek strategis sudah terlanjur dibiayai dengan pembiayaan alternatif. Untuk itulah, Emil mengusulkan agar dikaji sistem di mana daerah yang melakukan pembiayaan alternatif untuk proyek yang memenuhi nilai strategis dan urgensi, dapat memperoleh kepastian alokasi DAK di tahun-tahun berikutnya untuk proyek-proyek yang bersifat rutin atau memiliki skala prioritas lebih rendah.
“Ini akan menciptakan ruang fiskal dari APBD non DAK, dan memungkinkan sebagian dari kewajiban pengembalian pinjaman di tahun-tahun berikutnya dapat dipenuhi tanpa menghambat pemenuhan belanja pembangunan yang sepatutnya dibiayai dari APBD non DAK,” tambah Emil.
Atas usulan ini, Dirjen Perimbangan Keuangan menyambut baik dan menyatakan hal ini layak dibahas dalam pembaharuan UU yang mengatur hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Ajakan Dirjen Dirjen Perimbangan Keuangan ini pun langsung direspon oleh Emil, bahwa Apkasi menyatakan siap menjadi mitra pembahasan dengan Kemenkeu. “Saya selaku Wakil Ketua Umum Apkasi siap menjadi koordinator, di samping karena memang sebagai Wakil Ketua Umum Apkasi tupoksinya adalah mengkoordinir tiga bupati yang masing-masing menjabat ketua bidang, yaitu bidang infrastruktur, kerjasama luar negeri dan kehutanan lingkungan hidup,” kata Emil bersemangat. (*)