Jakarta, Apkasi.org. Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) diminta memberikan pandangan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum di Komisi IX DPR RI, Gedung Nusanta I, Senayan Jakarta, Kamis (16/01/2020) tentang dampak kenaikan iuran BPJS Kesehatan terhadap pelayanan kesehatan di daerah. Apkasi diwakili oleh Hendra Gunawan sebagai Sekretaris Bidang Kesehatan (Bupati Musi Rawas) dan Erlina Ria Norsan selaku Sekretaris Bidang Kerjasama Antar Daerah (Bupati Mempawah).
Dalam kesempatan tersebut Hendra memaparkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang berlaku efektif 01 Januari 2020 jelas berdampak kepada keuangan daerah. Menurutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) mewajibkan Pemda menyiapkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total anggaran, kesehatan (10 persen), infrastruktur (25 persen). Artinya sudah 55 persen anggaran APBD digunakan untuk sektor-sektor yang sudah diplot pemerintah pusat. Jika hal ini ditambah dengan belanja pegawai, dan penambahan iuran BPJS, maka sisa anggaran semakin kecil.
“Kami berharap kenaikan iuran BPJSD Kesehatan ini bisa ditinjau ulang. Adanya kenaikan iuran BPJS yang mencapai 100% jelas akan mempengaruhi besar pada anggaran yang harus dialokasikan untuk membayar iuran bagi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan dan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah dan otomatis akan memperkecil alokasi anggaran lainnya,” imbuhnya.
Hal lain yang menjadi sorotan, tambah Hendra, masih ada data PBI yang tidak sinkron dengan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) Kementerian Sosial (Kemsos). Selain itu, masih banyak data PBI yang tidak valid. Bahkan ada beberapa kasus ditemukan data warga kabupaten lain yang menerima PBI dari kabupaten yang membayar iuran. Hendra berujar,”Untuk itu penyelarasan data PBI program JK antara Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dan BPJS Kesehatan. Proses pembersihan dan penggantian terus dilakukan untuk memastikan penerima PBI adalah orang-orang yang berhak.”
Hendra mengakui, dengan adanya kenaikan iuran BPJS, Pemda kesulitan mempertahankan program Universal Health Coverage (UHC) atau jaminan kesehatan menyeluruh hingga 100 persen. “Iuran yang naik hingga 100 persen sangat memberatkan masyarakat, terutama masyarakat kurang mampu. Di beberapa daerah peserta BPJS Kesehatan sudah mencapai lebih dari 90 persen dan sudah lolos sebagai kabupaten yang melaksanakan Universal Health Coverage atau jaminan kesehatan menyeluruh. Namun dengan adanya kenaikan iuran BPJS, pemerintah daerah akan kesulitan untuk mempertahankan kepesertaan mencapai lebih dari 90 persen,” imbuh Hendra.
Sementara itu, Erlina Ria Norsan menambahkan bahwa dampak kenaikan iuran BPJS sangat berpengaruh pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Erlina menjelaskan beberapa kendala di lapangan seperti kenaikan tarif iuran BPJS tidak berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat (masih mengikuti sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh BPJS), diantaranya pelayanan tetap harus tuntas di FKTP (Puskesmas) untuk 141 Jenis penyakit yang tidak boleh dirujuk yang sebenarnya penanganan kasusnya sudah diluar kemampuan Puskesmas (pelayanan oleh spesialis).
Kartu Kepesertaan BPJS tidak bisa berlaku secara langsung, melainkan harus menunggu selama 1 bulan baru bisa aktif. Masyarakat yang mengalami keterlambatan 1 hari dalam pembayaran iuran kepesertaannnya langsung diputuskan dan bila akan mengaktifkan kembali harus melunasi tunggakan dan membayar denda terlebih dahulu.
Hal lain, imbuh Erlina, potensi masyarakat dengan pembiayaan mandiri yang mengakses pelayanan kesehatan menurun dengan ketidakmampuan pembayaran iuran yang meningkat (terutama pada masyarakat menengah ke bawah) dan ini pada akhirnya menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah. “Kenaikan tarif BPJS mengakibatkan kepesertaan BPJS Mandiri banyak turun ke kelas III, yang kemudian mempengaruhi daya tampung Rumah Sakit untuk kelas III,” ujarnya lagi.
Di akhir rapat, Erlina menyerahkan secara simbolis kepada pimpinan Komisi IX DPR RI rekomendasi dari Apkasi terkait dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini. Rekomendasi dari Apkasi, yakni: Pertama, Pemerintah Daerah perlu menyiasati dampak kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang menjadi tanggungan pemerintah kabupaten, lewat jaminan kesehatan daerah (Jamkesda), dengan fasilitas pelayanan kelas lll; kedua Pemerintah Kabupaten akan menjajaki kerja sama langsung dengan sejumlah rumah sakit, baik yang dikelola pemerintah maupun swasta; ketiga atas naiknya iuran tersebut, ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah dikhawatirkan semakin tertekan. Jika diharuskan ada kenaikan, harus ada peningkatan pelayanan yang baik terutama pada rakyat kecil; keempat, BPJS Kesehatan bisa meminjam dana ke bank negara secara profesional untuk menutupi defisit kepada rumah sakit, pertimbangan mengakses kebijakan pinjam ke bank ini untuk menutupi kekurangan pembayaran iuran karena pelayanan terhadap publik tidak boleh berhenti dan harus tetap jalan; kelima, sebaiknya, kenaikan iuran BPJS menjadi alternatif terahhir setelah ada upaya optimalisasi pengumpulan iuran dari kelompok masyarakat yang belum tertib membayar dan diikuti dengan perbaikan sistem manajemen BPJS. (*)