Jakarta, Apkasi.org. Dewan Pengurus Apkasi menghadiri undangan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja Komisi IV DPR RI mengenai Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, bertempat di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI, Gedung Nusantara, Jakarta, Selasa (20/06/2022).
Dalam pertemuan ini dibahas beberapa isu, di antaranya; pertama, pengelolaan lingkungan hidup pasca diundangkannya UU No.11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja; kedua pelaksanaan pemberian izin lingkungan untuk kegiatan operasional fasilitas pelayanan kesehatan, operasional industri, serta kegiatan pertambangan dan migas berdampak pencemaran dan kerusakan lingkungan; dan pengawasan atas kewajiban pemegang izin lingkungan.
Tampak hadir mewakili Dewan Pengurus Apkasi di antaranya Korwil Maluku Utara Usman Sidik (Bupati Halmahera Selatan), Korwil Sumatera Utara Darma Wijaya (Bupati Serdang Bedagai), Korwil Banten Irna Narulita (Bupati Pandeglang), Sekretaris Bidang Pemuda dan Olahraga Bupati Manokwari yang diwakilkan oleh Drs. Edi Budoyo (Wakil Bupati Manokwari) serta perwakilan dari Pemkab lainnya.
Dalam sambutan pengantarnya, Usman Sidik yang mewakili Ketua Umum Apkasi yang berhalangan hadir, memberikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Panja yang telah mengundang Apkasi guna membahas permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan Pasca pemberlakuan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam kesempatan tersebut, Usman menyampaikan beberapa poin, di antaranya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengamanahkan kemudahan investasi dan berusaha dengan memperhatikan keseimbangan ekonomi dan lingkungan maka dalam implemetasinya dalam penyelenggaran pemerintahan daerah maka beberapa hal penting disampaikan adanya aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasca Diundangkannya UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Dampak pengelolaan lingkungan hidup pasca diundangkannya UU 11 tahun 2011 tentang Cipta Kerja. Dirasakan telah cukup membantu sebagian pemerintah kabupaten dalam aspek kemudahan berinvestasi di daerah. Meskipun harus diakui, distribusi investasi serta dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah belum sepenuhnya dirasakan merata, khususnya bagi kabupaten-kabupaten yang berkomitmen menjaga pelestarian sumberdaya hutan yang bukan menjadi kewenangannya.
[Korwil Apkasi Wilayah Maluku Utara Usman Sidik (Bupati Halmahera Selatan). Foto: Humas Apkasi]
Hal kedua, sambung Usman, terkait aspek pelaksaanaan pemberian izin lingkungan untuk kegiatan operasional fasilitas kesehatan, industri serta kegiatan pertambangan dan migas yang berdampak pencemaran dan kerusakan lingkungan. Usman mengatakan pasca diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah membawa konsekuensi adanya pembatasan-pembatasan kewenangan pemerintah kabupaten di beberapa sektor seperti kehutanan/lingkungan hidup, pendidikan dan kesehatan.
“Kondisi di lapangan akan dapat menciptakan peluang-peluang terjadinya pelaggaran hukum terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Bahkan lebih dari itu, potensi konflik horizontal antara masyarakat desa dan pemegang izin tidak terelakan sebagai akibat lebarnya gap rentang kendali antara penerima dampak dan pengawasan operasional produksi,” katanya.
Usman menambahkan, di tengah kondisi pembatasan kewenangan ini, pemerintah kabupaten terus berupaya keras melakukan terobosan dan inovasi agar kelestarian ekosistem hutan dan lingkungan hidup dapat terus terjaga. “Upaya dan kerja keras tersebut antara lain meliputi membangun kemitraan stakeholder pentahelix dalam pembangunan ekonomi lestari, melakukan kerjasama dengan KLHK dan kementerian/lembaga terkait dalam pengelolaan sumberdaya alam di Taman Nasional dan Kawasan lindung dengan mengoptimalisasi aset dan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan dan desa-desa penyangga hutan,” ujarnya.
Hal lain, lanjut Usman, mendorong mekanisme dan skema pembiayaan dan insentif/disentif daerah melalui DAK Lingkungan Hidup, Dana Insentif Daerah, Dana Pengololaan Lingkungan Hidup (DPLH) kepada derah yang memiliki komitmen dan kinerja tinggi bidang lingkungan hidup termasuk pengelolaan sampah dan mitiitasi bencana dengan indikator Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH), Indeks Pengolahan Sampah (IPS) dan Indeks Resiko Bencana (IRB) dalam ketegori baik dan baik sekali atau tinggi dan baik sekali. Usman berujar, “Serta mendorong agar pemerintah kabupaten yang memiliki wilayah konsesi pertambangan dapat di berikan kewenangan untuk memperoleh PAD bagi hasil atas operasional izin pertambangan.”
Usman juga menggarisbawahi aspek pengawasan atas kewajiban pemegang izin lingkungan, di mana pemerintah kabupaten selalu melaksanakan pemantauan kualitas lingkungan berdasarkan perubahan-perubahan standar indikator kualitas lingkungan. Seperti kualitas air, udara, tanah serta ekosistem hutan. Juga melaksanakan pemantauan terhadap indikator sosial ekonomi dan budaya lokal. Semisal dampak terhadap tenaga kerja, pendapatan, pendidikan, kesehatan serta kearifan budaya masyarakat pedesaan.
Berdasarkan besar dan kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat aktifitas eksplorasi dan elsploitasi sumberdaya alam, lanjut Usman, maka pemerintah kabupaten telah melakukan upaya penindakan berupa peringatan dan atau pencabutan izin sesuai kewenangan kabupaten, bagi pemegang izin yang terbukti melanggar hukum sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
Namun begitu, diakui Usman, Pemerintah Kabupaten menghadapi kendala dalam pengawasan untuk kegiatan yang di luar kewenangan kabupaten, seperti pertambangan dan mineral. Ketiadaan kewenangan tersebut menyebabkan bertambahnya beban pemerintah kabupaten dalam menanggulangi dampak negatif dari pertambangan mineral dan batubara tanpa diberi kewenangan dalam menerbitkan izin.
“Tidak adanya kewenangan mengakibatkan bertambahnya tambang illegal dan sulit bagi pemerintah kabupaten untuk ikut dalam pencegahan kerusakan ekosistem dan mengontrol di wilayah pertambangan,” kata Usman lagi.
Dalam forum RDPU, kata Usman, Apkasi mengusulkan, pertama, agar agar kewenangan bidang pertambangan dikembalikan kepada pemerintah kabupaten/kota melalui revisi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terutama pasal-pasal yang terkait dengan pembagian urusan bidang pertambangan.
“Kedua, khusus untuk izin tambang galian C dikembalikan pemberian izinnya kepada pemerintah kabupaten/kota agar masyarakat yang akan melakukan penambangan galian C dapat mengurus perizinan dengan mudah dan efisien. Sedangkan bagi pemerintah kabupaten/kota lebih mudah untuk mengontrol lokasi mana yang dapat ditambang dan tidak boleh ditambang,” tukasnya.
[Korwil Apkasi Wialayah Banten Irna Narulita (Bupati Pandeglang. Foto: Humas Apkasi]
Sementara itu Korwil Apkasi Wilayah Banten Irna Narulita sepakat bahwa pemerintah daerah harus dilibatkan terkait isu yang tengah dibahas di rapat panja Komisi IC DPR RI ini. “Kami akan sangat terbantu jika diberikan kewenangan dalam hal pengawasan, sehingga kami bisa memastikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat kami terjamin,” ujar Bupati Pandeglang ini. (*)