
Untuk memberikan bekal bagi dinas di daerah dalam mengelola dan mengembangkan potensi pariwisata, Apkasi bekerja sama dengan Travlr Indonesia menyelenggareakan Workshop Nasional Kepariwisataan dan Kehumasan, di Kantor Apkasi, Jakarta, Rabu (13/12/17). Acara workshop berlangsung dua hari, 13-14 Desember 2017 dengan dihadir oleh sekitar 60 kabupaten di seluruh Indonesia.
Acara dibuka oleh Sekjen Apkasi, Nurdin Abdullah. Dalam sambutannya, Nurdin mengatakan bahwa kalau kita bicara pariwisata, maka sebetulnya kita tidak kalah lain seperti di Jepang, Australia, Eropa dan Amerika. “Cuma memang yang menjadi kendala, potensi-potensi tersebut belum bisa dikelola secara maksimal. Melalui forum workshop nasional kepariwisataan kita bisa belajar dari narasumber atau daerah lain yang sudah terbukti berhasil mengelola sektor pariwisatanya dengan sukses, seperti dari Kabupaten Banyuwangi, Lombok yang menjadi destinasi baru dan saya kira daerah-daerah lainpun juga memiliki potensi itu,” imbuh Nurdin.
Nurdin juga menambahkan, Indonesia dikenal dengan negara kepulauan sehingga pesisir ini bisa menjadi keunggulan asal dikelola dengan benar. Ia berujar, “Seperti misalnya di Soppeng itu ada air panas yang tidak mengeluarkan belerang yang ini sangat bagus untuk kesehatan, dan buat daerah ini tentu menjadi sumber devisa tersendiri. Oleh karenanya, dari workshop ini saya berharap ada sinergi dari satu daerah dengan daerah lainnya sehingga akan muncul titik-titik tujuan yang bisa buat mampir-mampir para wisatawan. Apkasi ke depan juga akan terus mendorong upaya-upaya potensi daerah untuk dikembangkan bersama, tidak hanya potensi wisata, namun bisa potensi-potensi yang lain. Dan setelah workshop, saya berharap ada langkah-langkah konkret yang bisa dikerjakan bersama. Saya juga berharap kerjasama dengan Travlr Indonesia ini bisa dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para daerah untuk mengembangkan potensi wisata masing-masing.”
Sementara itu Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang di Apkasi didapuk sebagai Ketua Bidang Humas dan Promosi Daerah tampak semangat antusias memberikan pencerahan kepada para peserta Workshop Nasional Kepariwisataan dan Kehumasan dengan membawakan tema: Peran dan Manfaat Promosi Pemasaran Potensi Pariwisata Daerah Berbasis Teknologi Informasi (TI). Azwar Anas pun membuka dengan mengdepankan bahwa untuk bisa seperti Banyuwangi yang sekarang, ia awalnya menjual potensi daerahnya dengan strategi story telling. “Saya ini menjabat Bupati bukan di daerah seperti yang ramai seperti kota Bandung atau kota lainnya, tapi ini ada di kampung. Makanya saya menjual cerita karena saya yakin cerita ini akan lebih efektif ketimbang promosi dengan cara-cara konvensional,” imbuhnya.
Karena cerita ini penting, lanjut Anas, ia membuat beberapa strategi agar cerita Banyuwangi dikenal masyarakat luas. Misalnya cerita bahwa biaya hidup paling murah di Indonesia itu tidak lagi di Solo maupun Jogja, tapi sekarang sudah 3 tahun beruturt-turut jatuh ke Banyuwangi. “Ini data dari BPS dan belum ada revisinya,” imbuhnya.
Anas juga berceirta bawah Banyuwangi awalnya memiliki angka kemiskinan tinggi, dan ini tidak cukup diselesaikan dengan hanya pidato seorang bupati. Banyuwangi juga punya record masyarakatnya ini tipe keras. “Image-image yang seperti ini harus dirubah, dan untuk merubahnya humas saja tidak akan cukup, maka strateginya bagaimana mengajak masyarakat dan seluruh PNS Banyuwangi untuk juga mengemban tugas sebagai humas sehingga diperlukan konsolidasi yang kokoh di dalam,” katanya
Terkait dengan penggunaan IT sebagai salah satu strategi maka di tahun pertama Anas bekerja sudah langsung dicanangkan program 1.400 titik WiFi di Banyuwangi. Di awal, ia diprotes para LSM karena dianggap sebagai pencitraan saja, karena tidak mementingkan pembangunan jalan rusak tapi justru membangun infrastruktur IT. “Namun hasilnya sejak 2013 kami sudah menjadi kabupaten digital society, dan di desa-desa kita buatkan Smart Kampung, bukan Smart City karena seperti kita tahu kota ini terus yang mendapat perhatian dari pusat, padahal peran kampung-kampung ini juga tidak kalah penting. Maka kami konsen dengan membangun 130 desa yang terkondeksi dengan fiber optik, karena bagi kami yang namanya infrastruktur itu tidak hanya jalan saja, tapi yang dibutuhkan adalah bandara dan jaringan internet,” tutur Anas lagi.
Panen terobosan ini memang mulai dirasakan. Seperti pengurusan surat-surat yang dibutuhkan warga seperti SKCK dan lain-lain, sekarang sudah bisa diselesaikan di tingkat desa. “Target lainnya sebetulnya kami ingin menciptakan komunitas-komunitas yang nantinya bisa ikut mempromosikan Banyuwangi ke masyarakat luar. Dinas-dinas itu punya keterbatasan, makanya kami ingin menumbuhkan keterlibatan masyarakat. Setiap tahun sebanyak 2000-3000 anak kita latih internet marketing, yang ini juga dibimbing oleh para relawan-relawan yang sudah mahir di desa-desa, sehingga dari mereka inilah muncul cerita-cerita Banyuwangi dari akun social media para anak-anak Banyuwangi yang sudah kita bekali sebelumnya,” imbuh Anas.
Ia meneruskan, “Saya yakin orang yang ke Banyuwangi meskipun kenal saya, bisa saja saat datang ia tidak menghubungi saya, tapi mereka akan cari informasi yang dibutuhkan lewat internet. Maka komunitas-komunitas yang peduli wisata, UMKM menjadi penting, dan hasilnya mereka ini tumbuh maju dan menjadi kekuatan tersendiri, dan ini bisa jalan karena basisnya adalah masyarakat.
Anas kemudian mencontohkan, ada salah satu daerah yang berubah drastis dari dulunya yang sering terjadi pengeboman ikan, namun setelah diberdayakan dengan basis keterlibatan aktif masyarakat, tempat ini menjadi tempat hidup ikan dan biota laut yang bagus sekali. “Ini menjadi bukti bagaimana mereka bergerak menjaga lingkungan di sekitarnya dan sekaligus mempromosikannya. Tentu kalau ini sudah tumbuh, birokrasi menjadi lebih ringan, karena kalau mengandalkan dinas pariwisata misalnya, tentu akan kebingungan kalau orang yang sudah dididik ternyata dimutasi ke bagian lain. Hal lain, di desa-desa juga diadakan pelatihan Bahasa Arab, Mandarin dan Inggris di desa-desa, dan dalam waktu dekat mereka akan kita kumpulkan untuk disertifikasi sehingga ke depan ini menjadi salah satu kekuatan untuk mengembangkan pariwisata di Banyuwangi,” katanya.
Anas juga dengan bangga menceritakan pencapaian dengan menggandeng GoJek, sebuah start-up yang berbasis IT. “Saya sadar bahwa teknologi itu tidak bisa dilawan, tapi tantangannya adalah menggandengnya untuk kemudian disalurkan untuk memudahkan layanan publik. Dengan GoJek ini awalnya ini menjadi moda transportasi penunjang layanan kesehatan bagi pasien miskin. Kini muncul turunan dari layanan berbasis IT yang efek dominonya memnumbuhkan perekonomian di Banyuwangi,” tukasnya. (*)