Trenggalek, Apkasi.org. Salah satu side event rangkaian HUT ke-24 Apkasi adalah ‘Dialog Nasional Ekonomi Hijau Pembangunan Rendah Karbon’ yang diselenggarakan di Komplek Pendopo Bupati Trenggalek, Sabtu (08/06/2024). Dialog Nasional ini dihadiri puluhan bupati membahas bagaimana peran dan peluang pemerintah daerah dalam memanfaatkan ekonomi hijau dari carbon credit.
[Sekjen Apkasi Adnan Purichta Ichsan saat memberikan sambutan dalam Dialog Nasional Ekonomi Hijau Pembangunan Rendah Karbon’ yang diselenggarakan di Komplek Pendopo Bupati Trenggalek, Sabtu (08/06/2024). Foto: Humas Apkasi]
Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal Apkasi, Adnan Purichta Ichsan menyampaikan isu-isu ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon sudah menjadi isu global yang sangat erat kaitannya dengan krisis iklim yang semakin sering terjadi belakangan dan memakan begitu banyak korban jiwa.
“Ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon merupakan solusi mengatasi berbagai krisis iklim saat ini yang seluruh negara bisa rasakan. Isu ini menjadi penting bagi kita pemerintah daerah karena pembangunan rendah karbon sudah menjadi salah satu program disetiap RPJMD, sehingga kita harus paham,” terang Sekjen Apkasi yang juga adalah Bupati Gowa.
Dialog Nasional ini menghadirkan narasumber diantaranya Nelson Pomalingo (Bupati Gorontalo), Prof. Juniati Gunawan (ESG Advisor PLN Icon Plus), Dr. He Haoze (International Busines Assosiation), dan Heru Gunawan (Kepala Departemen Manajemen Bisnis Karbon PT Jualita Energi Trenggalek, Perseroda BUMD Pemkab Trenggalek yang sudah listing di IDX-Carbon). Dialog sendiri dimoderatori Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin yang juga Wakil Ketua Umum Apkasi.
Sebagai pengantar diskusi, Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, menyampaikan pengalamannya dalam mendorong dan meningkatkan pembangunan rendah karbon di Kabupaten Trenggalek, termasuk upayanya dalam mendapatkan berbagai penghargaan, termasuk Renewable Energy Certificate (REC) dari PLN. Bupati muda ini juga memaparkan korelasi dan hubungan dialektis antara pembangunan rendah karbon (carbon credit) dengan potensi pendapatan bagi pemerintah kabupaten, termasuk soal-soal dampak negatif perubahan iklim akibat eksploitasi sumber daya alam berlebih yang memicu krisis iklim dan beragam bencana alam.
“Kita saat ini dihadapkan dengan situasi krisis iklim dan beragam bencana alam. Bahkan, menurut perkiraan sekitar 4 juta orang di dunia pada tahun 2024 ini kemungkinan besar meninggal dunia karena bencana dan perubahan iklim. Nah, setali tiga uang, pembangunan rendah karbon, termasuk pemanfaatan carbon credit tentu menjadi salah satu solusi bagi kita, termasuk bagi pemerintah daerah, terutama bagi kabupaten selama ini yang konsisten menjaga hutan, tapi PAD-nya kecil, karena tidak mendapat benefid,” papar Cak Ipin, sapaan akrab Bupati Trenggalek.
Ia pun meminta agar para bupati mulai belajar dan melirik serta memanfaatkan program carbon credit untuk meningkatkan pendapatan daerah. “Inilah pentingnya kita belajar soal carbon credit. Kabupaten Trenggalek sendiri menjadi salah satu pemerintah kabupaten yang telah berhasil menempatkan BUMD-nya listing di IDX-Carbon. Kami telah memulai,” papar Cak Ipin.
Sementara itu, dalam paparannya, Bupati Gorontalo menyoroti bagaimana kondisi lingkungan berubah dari tahun ke tahun dan semakin rentannya bencana terjadi. Prof. Nelson menyampaikan, tanpa disadari, kerugian yang dialami akibat dari bencana perubahan iklim meningkat setiap tahun. ”Biaya disaster cost, pemulihan bencana, bantuan sosial kebencanaan menjadi lebih besar dari pendapatan daerah. Ya, itu yang terjadi bila isu-isu lingkungan tidak diperhatikan, itu yang terjadi saat ini,” terang Bupati Gorontalo.
Sementara, narasumber lainnya Prof. Juniati berpendapat, kondisi ini membutuhkan peran aktif pemerintah daerah, khususnya kepala daerah. “Apakah pemerintah daerah mau memanfaatkan program carbon credit ini sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan hidup, atau berdiam diri. Seperti kita ketahui, disaster cost-nya tentu makin tinggi, competitive advantage lost-nya juga semakin tinggi. Mau jadi follower atau mau jadi leader?” papar ESG Advisor PLN Icon Plus ini.
Prof. Juniati menambahkan, saat ini daerah sudah dipermudah dengan hadirnya aplikasi potensi karbon. “Area-area tertentu, sudah bisa dilihat melalui satelit, data potensi serapan karbonnya sekian, kalau ditanami ini sekian, kalau tidak ditanami sekian, kini tinggal mau diapain data ini. Daerah mau tidak memanfaatkanya? Artinya, daerah harus mulai menghitung potensi karbon dan harus punya database yang kuat. Kemudian baru masuk ke strategi atau kebijakan. Apakah itu mendorong penggunaan energi terbarukan, akan tetapi tetap harus mempertimbangkan kondisi keuangan daerah, jangan sampai mengganggu anggaran lainnya. Inilah pentingnya direncanakan khususnya di RPJPD atau RPJMD,” terang Prof. Juniati. (*)