Jakarta, Apkasi.org. Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) bersama Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) menggelar webinar bertajuk Percepatan Pemerintah Daerah Mengelola Pelabuhan dalam Rangka Pelaksanaan P3D (Program Pengalihan Personil, Pendanaan, Sarana & Prasarana, Serah Dokumen), Selasa (31/8/2021).
Ketua Umum ABUPI, Aulia Febrial Fatwa mengatakan bahwa perkembangan dunia pelabuhanan di Indonesia dalam periode 5 sampai 8 tahun terakhir ini sangat pesat sekali. “Di mana sejak ada UU No.17/2008 tentang Pelayaran itu sudah membuka pintu yang seluas-luasnya kepada pihak di luar BUMN, sehingga khususnya swasta dan BUMD untuk bisa ikut secara aktif di dalam berinvestasi di bidang jasa pelabuhanan,” ujarnya.
Aulia menambahkan bahwa UU sebelumnya tidak mengenal pemisahan antara otoritas pelabuhan dan operator pelabuhan sehingga dengan UU No.17/2008 ini menjadi dasar hukum pemisahan antara otoritas pelabuhan dan pengelola pelabuhan atau operator pelabuhan. “Sehingga hal ini bisa mendorong adanya kondisi kompetisi antar pengelola pelabuhan untuk bisa memberikan service level jasa pelabuhanan yang saling terkait dan ujungnya adalah bisa mendorong tingkat keefisienan terhadap biaya logistik di tanah air,” imbuhnya.
Sementara itu Wakil Bendahara Umum Apkasi, Asmin Laura Hafid menyampaikan bahwa tidak bisa dipungkiri daerah masih memiliki keterbatasan-keterbatasan seperti sumber daya manusia maupun dari sisi anggaran. “Oleh karena itu diperlukan sinergitas seluruh stake holder untuk memperkuat kapasitas daerah termasuk sinergitas dengan para pelaku usaha di bidang pelabuhanan,” kata Bupati Nunukan ini.
Apkasi, masih menurut Asmin Laura, sebagai organisasi yang melingkupi 416 pemerintah kabupaten di seluruh Indonesia, memiliki kewajiban moral untuk mendorong anggotanya yang memiliki potensi kelautan untuk mengembangkan pelabuhan dan segala aktivitas di dalamnya. “Tentunya kami ingin mengajak kepada seluruh stake holder pelabuhanan untuk bersinergi dengan pemerintah daerah dalam pengembangan pelabuhanan melalui mekanisme sesuai perundang-undangan yang berlaku di negara yang kita cintai ini.”
Asmin Laura meyakini pemerintah sebagai regulator akan mendukung penuh keinginan pemerintah daerah yang ingin mengelola peabuhan di daerah dengan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada pemerintah daerah. Ia berujar, “Kami juga berharap kepada pelaku usaha pelabuhanan yang tergabung di Abupi bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah baik dari sisi permodalan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan lain-lainnya.”
Tampil sebagai panelis dalam webinar tersebut, Sanny Iskandar, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri menyampaikan paparannya mengenai pentingnya adanya kawasan industri untuk membangkitkan perekonomian daerah. Sanny menyoroti dua program prioritas pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin saat ini yakni melanjutkan pembangunan infrastruktur dan transformasi ekonomi. “Salah satunya adalah melalui pembangunan kawasan industri dalam rangka untuk transformasi ekonomi, khususnya terkait dengan hilirisasi industri,” katanya.
Sanny menambahkan saat ini di seluruh Indonesia sudah tersebar 103 kawasan industri di 21 provinsi, sebagian besar ada di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau. “Perkembangannya sekarang beberapa wilayah di kabupaten dan kota juga sudah mulai ada kawasan industrinya. Sekarang ini jika di kabupaten atau kota akan dibangun industri manufaktur, maka ia harus masuk ke sebuah kawasan industri,” imbuhnya sambil mengatakan pemerintah pusat telah mendorong adanya pengembangan 27 kawasan industri baru dan 25 di antaranya ada di luar Jawa.
Antara Jawa dengan luar Jawa, diakui Sanny memang penekanan industrinya agak berbeda. “Kalau di luar Jawa lebih terkait kepada bagaimana kita mengembangkan nilai tambah daripada produk-produk berbasiskan sumber daya alam dan mengembangkan ekonomi baru dalam rangka pemerataan ekonomi. Sedangkan kalau di Jawa diprioritaskan lebih ke hi-tech, labor intensive industry, dan orientasi ke downstream industry seperti consumer goods,” ujarnya sambil mengatakan pihaknya terbuka bagi pemerintah kabupaten yang ingin mengembangkan kawasan industri untuk menjalin komunikasi lebih lanjut.
Sementara itu Ir. Arif Toha Tjahjagama, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan mengatakan bahwa saat ini ada sekitar 600 pelabuhan berdasarkan kerja induk pelabuhan nasional yang merupakan master plan dari tatanan pelabuhanan nasional yang menentukan mana yang pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan mana yang pelabuhan pengumpan. Arif menambahkan, UU No.17/2008 ditentukan bahwa pemerintah daerah dalam mengelola pelabuhan itu mempunyai tanggungjawab, pertama membentuk unit penyelenggara pelabuhan daerah, tugasnya mirip dengan unit penyelenggara pelabuhan yang ada di Kementerian Perhubungan.
Arif menegaskan bahwa yang diserahkan kepada pemerintah daerah itu adalah fungsi kepelabuhanannya, sementara fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran tetap dipegang oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perhubungan khususnya di Dirjen Hubla. Selaras dengan UU No. 23/2014 memang betul bahwa diamanahkan dalam jangka 2 tahun hal ini harus diserahkan, dan sejak 2020 sudah mulai digencarkan pelaksanaannya. “Jadi memang ini nanti semuanya tentang pelabuhanan akan dilakukan oleh pemerintah daerah, baik penetapan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan-nya, pengoperasiannya termasuk ijin usaha yang sifatnya regional maupun lokal.”
Langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam program P3D ini, lanjut Arif Toha, adalah memetakan pelabuhan-pelabuhan yang ada saat ini, mana yang pengumpan regional dan mana yang lokal, membentuk tim percepatan terpadu beranggotakan Kemenhub dan Kemendagri, mengadakan FGD pada 2020, dan yang terbaru penetapan Peraturan Menteri Perhubungan No. 50 tahun 2021 menggantikan peraturan sebelumnya. “Inilah yang kemudian menjadi payung kami untuk melakukan P3D. Bapak Menteri mengarahkan kepada kami untuk mengambil 4 provinsi sebagai pilot project untuk program P3D Kepelabuhanan yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan,” katanya.
Pertimbangan penetapan 4 provinsi tersebut, lanjut Arif adalah seperti di Jawa Timur itu sudah membentuk Unit Penyelenggara Pelabuhan Daerah. “Sehingga tinggal kita masuk ke personilnya, pendanaan, sarana dan prasarana serta dokumennya. Perlu diketahui personil kami di Unit Penyelenggara Pelabuhan juga sangat terbatas, sehingga dipisahkannya fungsi kepelabuhanan dan keselamatan-keamanan itu maka personil kami juga akan dibagi dua, personil yang menangani kepelabuhanan akan diperbantukan ke pemerintah daerah yang akan menerima penyerahan pelabuhan sementara personil yang akan menangani fungsi keselamatan dan keamanan akan tetap menjadi bagian dari pelaksana teknis perhubungan laut,” ujar Arif.
Sedangkan Iwan Kurniawan, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah (SUPD) II, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri menyampaikan bahwa kewenangan pemerintah daerah pada pengelolaan pelabuhanan telah memiliki payung hukum yang jelas. Dasar hukum ini, tambah Iwan menjadi pijakan dalam rangka melaksanakan atau mengimplementasikan terhadap kebijakan nasional yang terkait dengan pengelolaan pelabuhan.
“Tidak terlepas setiap program kegiatan harus tetap mengacu kepada regulasi atau kewenangan yang sudah dituangkan di dalam beberapa regulasi yang sudah diatur baik di pusat, provinsi dan kabupaten atau kota. Bagaimana kita melaksanakan regulasi sesuai dengan kewenangan dan bisa dikolaborasikan dengan stake holder di dalam tahapan maupun pelaksanaan pengelolaan pelabuhan,” imbuhnya.
Iwan juga menjelaskan bahwa sesuai dengan pilot project di 4 provinsi terkait pelaksanaan P3D pelabuhan ia berharap bisa rampung di 2021. Ia berujar, “Kami dari Kemendagri dan Kemenhub dan Provinsi di DKI, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan mempunyai komitmen yang sama dan sudah melakukan pertemuan-pertemuan untuk merampungkannya tahun ini.”
Ada beberapa isu strategis penyelenggaraan pelabuhan, tambah Iwan, di antaranya belum selesainya P3D Pelabuhan Pengumpan Regional dan Lokal sebagaimana amanat UU No.23/2014, namun pemda sudah mengalokasikan anggaran untuk pengelolaan pelabuhan. Kedua belum optimalnya fasilitas pendukung dan infrastruktur pelabuhan dalam mendukung sistem logistik nasional, terutama pada daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan. Ketiga konektivitas antar moda termasuk pada pelabuhan belum optimal, serta keempat minimnya alokasi anggaran bidang perhubungan di daerah, berdasarkan hasil penelaahan Subdit Perhubungan terhadap Renstra dan RPJMD Provinsi, persentasenya antara 0,7% sampai dengan 7,55% dari total anggaran dalam RPJMD.
Iwan juga menerangkan upaya Kemendagri pada penyelenggaraan pelabuhan di daerah dilakukan melalui sinergi dan sinkronisasi melalui rapat koordinasi teknis pembangunan daerah guna tercapainya tujuan pembangunan nasional, termasuk kegiatan pelayanan seperti pengelolaan pelabuhan dalam mendukung konektivitas, pelaksanaan kegiatan tol laut, national logistic systen sehingga program kegiatan terkait tersebut tercantum dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
“Terkait pedoman RKPD, setiap tahun Kemendagri menerbitkan Permendagri tentang Pedoman Penyusunan RKPD yang merupakan dokumen perencanaan tahunan sebagai implementasi dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD yang disusun oleh Pemda. Pemendagri ini menjadi pedoman satu-satunya bagi Pemda dalam menyusun perencanaan tahunan yang harus berpedoman kepada RPJMD,” katanya lagi.
Kemendagri, sebut Iwan, juga memfasilitasi penyusunan RPJMD untuk menjamin agar pemda memiliki concen yang tinggi dalam berkontribusi untuk pelaksanaan program terkait pelayaran. Sementara itu terkait dengan urgensi Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang diterbitkan oleh kementerian terkait, Kemendagri sangat pro aktif dalam melakukan fasilitasi untuk penyusunan NSPK dalam implementasi di daerah.
“Kemendagri memfasilitasi P3D di 44 pelabuhan pengumpan regional dan lokal dari Kemenhub ke Pemprov, Kabupaten/kota di mana untuk tahun 2021 ini prioritas di 4 provinsi sebagai pilot project, yakni DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan,” tambah Iwan.
Sebagai upaya percepatan pelaksanaan P3D pelabuhan pengumpan lokal, Iwan mengingatkan agar Pemkab/pemkot sesuai surat dari Kemenhub agar mengevaluasi kesiapan unit penyelenggara, personil dan pendanaan serta pendataan pelabuhan pengumpan lokal dan pemetaan aset di masing-masing wilayahnya. “Yang penting berkoordinasi dengan Pemprov, Kemendagri, Kemenhub terkait percepatan pelaksanaan P3D pelabuhan pengumpan lokal serta melibatkan peran aktif para stake holder terkait untuk optimalisasi pembinaan dan pengawasan baik secara teknis maupun umum dalam percepatan P3D dan penyelenggaraan pelabuhanan pengumpan lokal dalam mendukung target pembangunan nasional seperti konektivitas, program tol laut dan sistem logistik nasional,” tukas Iwan. (*)