
Sydney, Apkasi.org. Di tengah tantangan krisis air bersih yang masih menghantui banyak daerah di Indonesia, Apkasi mengambil langkah strategis dengan mengirimkan sejumlah stafnya untuk mempelajari langsung sistem pengelolaan air bersih di Queensland, Australia. Program ini difasilitasi oleh Australia Awards Indonesia (AAI) dan diselenggarakan oleh Griffith University, salah satu universitas terkemuka di bidang pengelolaan air dan lingkungan.
Kursus singkat yang berlangsung pada 16–31 Agustus 2024 ini tidak hanya memberikan wawasan teoritis, tetapi juga membawa peserta terjun langsung ke lapangan. Mereka mengunjungi sejumlah fasilitas pengolahan air, berdiskusi dengan para ahli, dan mempelajari strategi pengelolaan air yang efisien dan berkelanjutan.
Bagi Apkasi, pengelolaan air bersih bukan sekadar isu lingkungan, melainkan fondasi penting bagi pembangunan daerah. Air bersih yang berkualitas dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, mendukung sektor industri, pertanian, dan pariwisata. Namun, tantangan di Indonesia masih besar: infrastruktur yang kurang memadai, kebocoran pipa yang menyebabkan pemborosan, serta regulasi yang belum terintegrasi dengan baik.
Melalui program ini, peserta diajak melihat bagaimana Australia mengatasi masalah serupa dengan pendekatan berbasis teknologi, regulasi ketat, dan sistem pengelolaan yang efisien. Ilmu yang didapat diharapkan dapat menjadi modal bagi Apkasi untuk membantu pemerintah kabupaten meningkatkan layanan air bersih di daerahnya.
Selama dua minggu, peserta mempelajari tiga aspek utama pengelolaan air bersih. Pertama, Manajemen Air Berbasis Data, di mana di Australia, sistem pemantauan air sudah sepenuhnya digital. Teknologi sensor digunakan untuk menganalisis konsumsi air secara real-time, memungkinkan penyedia layanan mengantisipasi kekurangan sebelum terjadi. Pelajaran untuk Indonesia: Sistem pemantauan digital dapat diterapkan untuk memetakan pola penggunaan air dan mengurangi kebocoran di jaringan distribusi.
Kedua, Infrastruktur yang Kuat dan Berkelanjutan di mana peserta mengunjungi Mt Crosby Water Treatment Plant, fasilitas pengolahan air bersih di Brisbane yang mampu menyediakan air untuk jutaan penduduk. Mereka juga mempelajari sistem daur ulang air dan penyimpanan air untuk menghadapi musim kemarau. Pelajaran untuk Indonesia: Investasi besar dalam infrastruktur pengolahan air dan penerapan konsep daur ulang air diperlukan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam yang terbatas.
Ketiga tentang Regulasi yang Ketat dan Transparan, di Queensland, setiap penyedia layanan air wajib mengikuti regulasi ketat yang mengatur tarif, kualitas, dan keberlanjutan sumber daya air. Sistem pengawasan memastikan air yang didistribusikan selalu memenuhi standar kesehatan. Pelajaran untuk Indonesia: Perlu kebijakan yang lebih jelas dan transparan, termasuk sistem tarif yang adil agar layanan tetap optimal tanpa membebani masyarakat.
Selain materi kelas, peserta diajak mengunjungi sejumlah fasilitas pengelolaan air di Australia. Di Mt Crosby Water Treatment Plant, mereka menyaksikan bagaimana air sungai diolah menjadi air minum yang layak konsumsi. Di Urban Utilities, mereka mempelajari sistem distribusi air, termasuk pemantauan kebocoran pipa dan perawatan infrastruktur.
Di Sydney, peserta mengunjungi Malabar Wastewater Treatment Plant, fasilitas pengolahan air limbah terbesar di Australia. Di sini, mereka melihat bagaimana air limbah diolah kembali untuk digunakan dalam irigasi dan industri.
Sebagai tindak lanjut, Apkasi berencana mendorong advokasi kebijakan air bersih di tingkat daerah, berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengembangkan sistem pengelolaan air yang lebih efisien, serta menyelenggarakan seminar untuk membagikan wawasan yang diperoleh. Dengan pendekatan yang lebih modern dan berbasis data, diharapkan pengelolaan air di Indonesia dapat lebih baik, memberikan akses air bersih bagi lebih banyak masyarakat, dan mendukung keberlanjutan sumber daya air untuk generasi mendatang. (*)