Desa Hadakewa mungkin kurang familir terdengar. Desa ini merupakan salah satu dari 17 desa yang ada di Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia dan sebagai desa ibu kota Kecamatan Lebatukan. Meski nun jauh di sana, desa ini telah mencuri perhatian dengan best practice pengelolaan pemerintahan, utamanya dalam hal transparansi pengelolaan keuangan. Hal ini menjadi relevan karena desa kini menjadi sorotan tatkala pemerintah mulai memberikan dana miliaran per tahunnya.
(Tampak salah satu kegiatan di Desa Hadakewa dalam memperingati Hari lahirnya Pancasila yang ditampilkan di website resmi www.hadakewa.desa.id)
Di bawah kepemimpinan Klemens Kewaaman, Kepala Desa Hadakewa, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, isu pengelolaan dana desa berhasil berhasil dicitrakan dengan baik. Sarjana teknik kelistrikan itu mengelola pemerintahannya serta keuangan desa dengan pendekatan teknologi. Sejak menjadi kepala desa pada 2016, ia meletakkan dasar mengelola pemerintahan secara jujur dan jauh dari korupsi.
Ia pun membuat website desa yang isinya tentang penetapan Anggaran Pembangunan dan Belanja Desa (APB-Des) 2017. “Saya tampilkan di website desa agar masyarakat bisa melihat berapa besar anggaran untuk pembangunan desa dan untuk apa saja. Termasuk total pendapatan asli desa, pajak, retribusi, dan sebagainya,” kata Klemen seperti dimuat di Media Indonesia, Kamis (22/11/17).
Website bernama Hadakewa.desa.id itu menggunakan sistem sederhana. Fitur-fitur yang ditampilkan juga sederhana dan mudah dipahami. Website itu juga membuka layanan masyarakat, misalnya ada warga yang ingin mengurus surat kelakuan baik, staf desa tinggal mendata nama. “Saat nama dimasukkan ke database tidak lama kemudian langsung dicetak. Layanan mengurus surat tidak sampai 1 menit,” kata Klemens.
Dengan website itu, Klemens pun tahu apa yang diinginkan masyarakat setiap kali datang ke kantor desa. “Website itu juga membantu kita untuk mempromosikan potensi desa yang belum diketahui orang lain. Kami menjalankan website ini bersama relawan website. SDM yang kami punyai juga terbatas. Sarjana masih bisa dihitung dengan jari. Namun, kami mau tunjukkan bahwa kami warga Desa Hadakewa juga mampu,” terangnya.
Website yang dikelola secara swadaya itu diharapkan bisa menjadi contoh desa-desa lainnya dalam menjalankan transparansi pembangunan dan pengelolaan keuangan. Berkat website itu, banyak desa menginginkan hal sama. Klemens yang belajar sendiri membuat website kini menjadi pelatih pembuatan website untuk dua desa di wilayah Kecamatan Lebatukan.
Dengan website itu, lanjut Klemens, ia bisa mengajari warga desa mengenai bagaimana memanfaatkan waktu dengan lebih efisien. “Pelayanan kepada masyarakat lebih efisien dan kami bisa mengeliminasi persoalan-persoalan desa karena adanya transparansi,” pungkasnya. (*)