Pemerintah Kabupaten Boyolali berbenah dan mempersiapkan diri menjadi tuan rumah Peringatan Hari Pangan se-Dunia 2016. Peringatakan ini dilaksanakan di Komplek Perkantoran Terpadu Setda Boyolali, di Kemiri Kecamatan Mojosongo, Jawa Tengah, Oktober mendatang.
(Berita/Foto: Republika. Tampak Sejumlah aktivis melakukan aksi simpatik menyambut Hari Pangan Sedunia di Bundaran Hotel Indonesia atau dikenal Bundaran HI, Jakarta, Selasa, 16/10/16)
Bupati Boyolali Seno Samodro mengatakan, pihaknya sudah melakukan persiapan-persiapan untuk menjadi tuan rumah Kongres Ketahanan Pangan sedunia, dan tempatnya di lokasi komplek perkantoran Setda Boyolali.
“Kami setiap pekan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jateng dan Pusat untuk berbenah diri menjadi tuan rumah yang akan dihadiri ratusan delegasi dari berbagai negara lain sedunia,” kata Seno Samodro.
Seno mengatakan persiapan yang sudah dimulai dengan membangun sebuah embung di lokasi dekat komplek perkantoran terpadu untuk irigasi teknis. Selain itu pihaknya menyediakan lahan seluas 16 hektare untuk menanam padi, buah melon, naga, dan semua tanaman unggulan yang menjadi komuditas ketahanan pangan akan mulai ditanam pada Juli mendatang.
Menurut Seno, rencana peringatan Hari Pangan Dunia tersebut diresmikan dan dipanen oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Acara ini, sebagai penanggung jawabnya, Bidang Ketahanan Pangan dan Pertanian, tetapi didukung oleh semua satuan kerja yang ada.
“Rencana Hari Pangan sedunia akan berlangsung di Boyolali selama empat hari, dan diprakarsai oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB,” katanya.
Seno menjelaskan, Pemerintah kenapa menunjuk Boyolali menjadi tuan rumah Hari Pangan dan Pertanian se-Dunia tersebut, karena Pemkab memiliki kebijakan yang pro pertanian. Boyolali ditunjuk sebagai tuan rumah setelah ada rencana penerapan pembebasan pajak bumi dan bangunan (PBB) bagi masyarakat Boyolali yang memiliki lahan pertanian yang luasnya di bawah 5 ribu hektare.
Menurut Seno, dengan kebijakan membebaskan pajak bagi pertanian irigasi teknis tersebut ternyata disambut baik oleh Pemerintah Pusat, sehingga Boyolali terpilih menjadi tuan rumah kegiatan internasional itu. Selain kebijakan pro pertanian tersebut, kata Seno, juga pertimbangan lain, yakni Boyolali sebagai salah satu daerah lumbung pangan, secara infrastruktur mungkin lebih modern, dan memadai untuk menjadi tuan rumah.
“Petani dengan kebijakan baru itu, jika yang memiliki lahan sawah 6.000 hektare, maka mereka hanya diwajibkan membayar pajak yang 1.000 ha, sedangkan 5.000 ha digratiskan,” katanya. Ide ini bertujuan agar petani tidak menjual lahan pertanian irigasi tehnisnya untuk dialihfungsikan lainnya, sehingga luas persawahan di Boyolali tetap bertahan dan produktif. (*)